Kamis, 21 April 2011

KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA


KODE  ETIK 
PSIKOLOGI  INDONESIA
MUKADIMAH 
Berdasarkan kesadaran diri atas nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menghormati harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi terpeliharanya hak-hak asasi manusia. Dalam kegiatannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog Indonesia mengabdikan dirinya untuk meningkatkan pengetahuan tentang perilaku manusia dalam bentuk pemahaman bagi dirinya dan pihak lain serta memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan tersebut bagi kesejahteraan manusia.
Kesadaran diri tersebut merupakan dasar bagi Ilmuwan Psikologi dan Psikolog Indonesia untuk selalu berupaya melindungi kesejahteraan mereka yang meminta jasa/praktik beserta semua pihak yang terkait dalam jasa/praktik tersebut atau pihak yang menjadi obyek studinya. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki hanya digunakan untuk tujuan yang taat asas berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 serta nilai-nilai kemanusiaan pada umumnya dan mencegah penyalahgunaannya oleh pihak lain.
Tuntutan kebebasan menyelidiki dan berkomunikasi dalam melaksanakan kegiatannya di bidang penelitian, pengajaran, pelatihan, jasa/praktik konsultasi dan publikasi dipahami oleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dengan penuh tanggung jawab. Kompetensi dan obyektivitas dalam menerapkan kemampuan profesional terikat dan sangat memperhatikan pemakai jasa, rekan sejawat, dan masyarakat pada umumnya.
Pokok-pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA sebagai perangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan selaku Ilmuwan Psikologi dan Psikolog di Indonesia.

BAB I
PEDOMAN UMUM
Pasal 1
PENGERTIAN

  1. ILMUWAN PSIKOLOGI adalah para lulusan perguruan tinggi dan universitas di dalam maupun di luar negeri, yaitu mereka yang telah mengikuti pendidikan dengan kurikulum nasional (SK Mendikbud No. 18/D/O/1993) untuk pendidikan program akademik (Sarjana Psikologi); lulusan pendidikan tinggi strata 2 (S2) dan strata 3 (S3) dalam bidang psikologi, yang pendidikan strata (S1) diperoleh bukan dari fakultas psikologi. Ilmuwan Psikologi yang tergolong kriteria tersebut dinyatakan DAPAT MEMBERIKAN JASA PSIKOLOGI TETAPI TIDAK BERHAK DAN TIDAK BERWENANG UNTUK MELAKUKAN PRAKTIK PSIKOLOGI DI INDONESIA.

  1. PSIKOLOG adalah Sarjana Psikologi yang telah mengikuti pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) dengan kurikulum lama (Sistem Paket Murni) Perguruan Tinggi Negeri (PTN); atau Sistem Kredit Semester (SKS) PTN; atau Kurikulum Nasional (SK Mendikbud No. 18/D/O/1993) yang meliputi pendidikan program akademik (Sarjana Psikologi) dan program pendidikan profesi (Psikolog); atau kurikulum lama Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang sudah mengikuti ujian negara sarjana psikologi; atau pendidikan tinggi psikologi di luar negeri yang sudah mendapat akreditasi dan disetarakan dengan psikolog Indonesia oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas RI). Sarjana Psikologi dengan kriteria tersebut dinyatakan BERHAK DAN BERWENANG untuk melakukan PRAKTIK PSIKOLOGI di wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Sarjana Psikologi menurut kriteria ini juga dikenal dan disebut sebagai PSIKOLOG. Untuk melakukan praktik psikologi maka Sarjana Psikologi yang tergolong kriteria ini DIWAJIBKAN MEMILIKI IZIN PRAKTIK PSIKOLOGI sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  1. JASA PSIKOLOGI adalah jasa kepada perorangan atau kelompok/ organisasi/institusi yang diberikan oleh ilmuwan psikologi Indonesia sesuai kompetensi dan kewenangan keilmuan psikologi di bidang pengajaran, pendidikan, pelatihan, penelitian, penyuluhan masyarakat.

  1. PRAKTIK PSIKOLOGI adalah kegiatan yang dilakukan oleh psikolog dalam memberikan jasa dan praktik kepada masyarakat dalam pemecahan masalah psikologis yang bersifat individual maupun kelompok dengan menerapkan prinsip psikodiagnostik. Termasuk dalam pengertian praktik psikologi tersebut adalah terapan prinsip psikologi yang berkaitan dengan melakukan kegiatan DIAGNOSIS, PROGNOSIS, KONSELING, dan PSIKOTERAPI.

  1. PEMAKAI JASA PSIKOLOGI adalah perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/institusi yang menerima dan meminta jasa/praktik psikologi. Pemakai Jasa juga dikenal dengan sebutan KLIEN.

Pasal 2
TANGGUNG JAWAB
Dalam melaksanakan kegiatannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mengutamakan kompetensi, obyektivitas, kejujuran, menjunjung tinggi integritas dan norma-norma keahlian serta menyadari konsekuensi tindakannya.

Pasal 3
BATAS KEILMUAN
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menyadari sepenuhnya batas-batas ilmu psikologi dan keterbatasan keilmuannya.
Pasal 4
PERILAKU DAN CITRA PROFESI
  1. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog harus menyadari bahwa dalam melaksanakan keahliannya wajib mempertimbangkan dan mengindahkan etika dan nilai-nilai moral yang berlaku dalam masyarakat.
  1. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menyadari bahwa perilakunya dapat mempengaruhi citra Ilmuwan Psikologi dan Psikolog serta profesi psikologi.

BAB II
HUBUNGAN PROFESIONAL


Pasal 5
HUBUNGAN ANTAR REKAN PROFESI
  1. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai, menghormati dan menjaga hak-hak serta nama baik rekan profesinya, yaitu sejawat akademisi Keilmuan Psikologi/Psikolog.
  1. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog seyogianya saling memberikan umpan balik untuk peningkatan keahlian profesinya.
  1. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib mengingatkan rekan profesinya dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran kode etik psikologi.
  1. Apabila terjadi pelanggaran kode etik psikologi yang di luar batas kompetensi dan kewenangan maka wajib melaporkan kepada organisasi profesi.
Pasal 6
HUBUNGAN DENGAN PROFESI LAIN
  1. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai, menghormati kompetensi dan kewenangan rekan dari profesi lain.
  1. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib mencegah dilakukannya pemberian jasa atau praktik psikologi oleh orang atau pihak lain yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan.

BAB III

PEMBERIAN JASA/PRAKTIK PSIKOLOGI
Pasal 7
PELAKSANAAN KEGIATAN SESUAI BATAS
KEAHLIAN/KEWENANGAN
  1. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog hanya memberikan jasa/praktik psikologi dalam hubungannya dengan kompetensi yang bersifat obyektif sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam pengaturan terapan keahlian Ilmuwan Psikologi dan Psikolog.
  1. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dalam memberikan jasa/praktik psikologi wajib menghormati hak-hak lembaga/organisasi/institusi tempat melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan, pelatihan, dan pendidikan sejauh tidak bertentangan dengan kompetensi dan kewenangannya.

Pasal 8
SIKAP PROFESIONAL DAN
PERLAKUAN TERHADAP PEMAKAI JASA ATAU KLIEN
Dalam memberikan jasa/praktik psikologi kepada pemakai jasa atau klien, baik yang bersifat perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/institusi sesuai dengan keahlian dan kewenangannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog berkewajiban untuk:
  1. Mengutamakan dasar-dasar profesional
  1. Memberikan jasa/praktik kepada semua pihak yang membutuhkannya.
  1. Melindungi klien atau pemakai jasa dari akibat yang merugikan sebagai dampak jasa/praktik yang diterimanya.
  1. Mengutamakan ketidak berpihakan dalam kepentingan pemakai jasa atau klien dan pihak-pihak yang terkait dalam pemberian pelayanan tersebut.
  1. Dalam hal pemakai jasa atau klien yang menghadapi kemungkinan akan terkena dampak negatif yang tidak dapat dihindari akibat pemberian jasa/praktik psikologi yang dilakukan oleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog maka pemakai jasa atau klien tersebut harus diberitahu.

Pasal 9
ASAS KESEDIAAN
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghormati dan menghargai hak pemakai jasa atau klien untuk menolak keterlibatannya dalam pemberian jasa/praktik psikologi, mengingat asas sukarela yang mendasari pemakai jasa dalam menerima atau melibatkan diri dalam proses pemberian jasa/praktik psikologi.
Pasal 10
INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN
Interpretasi hasil pemeriksaan psikologik tentang klien atau pemakai jasa psikologi hanya boleh dilakukan oleh Psikolog berdasarkan kompetensi dan kewenangan.
Pasal 11
PEMANFAATAN DAN
PENYAMPAIAN HASIL PEMERIKSAAN
Pemanfaatan hasil pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam praktik psikologi. Penyampaian hasil pemeriksaan psikologik diberikan dalam bentuk dan bahasa yang mudah dipahami klien atau pemakai jasa.

Pasal 12
KERAHASIAAN DATA
DAN HASIL PEMERIKSAAN
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau pemakai jasa psikologi dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatannya. Dalam hal ini keterangan atau data mengenai klien yang diperoleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dalam rangka pemberian jasa/praktik psikologi wajib mematuhi hal-hal sebagai berikut:
  1. Dapat diberikan hanya kepada yang berwenang mengetahuinya dan hanya memuat hal-hal yang langsung dan berkaitan dengan tujuan pemberian jasa/praktik psikologi.
  1. Dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak yang secara langsung berwenang atas diri klien atau pemakai jasa psikologi.
  1. Dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan atau tertulis kepada pihak ketiga hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk kepentingan klien, profesi, dan akademisi. Dalam kondisi tersebut identitas orang atau klien yang bersangkutan tetap dirahasiakan.
  1. Keterangan atau data klien dapat diberitahukan kepada orang lain atas persetujuan klien atau penasehat hukumnya.
  1. Jika klien masih kanak-kanak atau orang dewasa yang tidak mampu untuk memberikan persetujuan secara sukarela, maka Psikolog wajib melindungi orang-orang ini agar tidak mengalami hal-hal yang merugikan.
Pasal 13
PENCANTUMAN IDENTITAS
PADA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
DARI PRAKTIK PSIKOLOGI

Segala keterangan yang diperoleh dari kegiatan praktik psikologi sesuai keahlian yang dimilikinya, pada pembuatan laporan secara tertulis Psikolog yang bersangkutan wajib membubuhkan tanda tangan, nama jelas, dan nomor izin praktik sebagai bukti pertanggungjawaban.

BAB IV
PERNYATAAN
Pasal 14
PERNYATAAN
  1. Dalam memberikan pernyataan dan keterangan/penjelasan ilmiah kepada masyarakat umum melalui berbagai jalur media baik lisan maupun tertulis, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog bersikap bijaksana, jujur, teliti, hati-hati, lebih mendasarkan pada kepentingan umum daripada pribadi atau golongan, dengan berpedoman pada dasar ilmiah dan disesuaikan dengan bidang keahlian/kewenangan selama tidak bertentangan dengan kode etik psikologi. Pernyataan yang diberikan Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mencerminkan keilmuannya, sehingga masyarakat dapat menerima dan memahami secara benar.
  1. Dalam melakukan publikasi keahliannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog bersikap bijaksana, wajar dan jujur dengan memperhatikan kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku untuk menghindari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa psikologi.

BAB V
KARYA CIPTA
Pasal 15
PENGHARGAAN TERHADAP KARYA CIPTA PIHAK LAIN
DAN
PEMANFAATAN KARYA CIPTA PIHAK LAIN
Karya cipta psikologi dalam bentuk buku dan alat tes atau bentuk lainnya harus dihargai dan dalam pemanfaatannya hendaknya memperhatikan ketentuan perundangan mengenai hak cipta atau hak intelektual yang berlaku.
  1. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai karya cipta pihak lain sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.
  2. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak dibenarkan untuk mengutip, menyadur hasil karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya.
  1. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak dibenarkan menggandakan, memodifikasi, memproduksi, menggunakan baik sebagian maupun seluruh karya orang lain tanpa mendapatkan izin dari pemegang hak cipta.

Pasal 16
PENGGUNAAN DAN PENGUASAAN
SARANA PENGUKURAN PSIKOLOGIK
  1. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib membuat kesepakatan dengan lembaga/institusi/organisasi tempat bekerja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah pengadaan, pemilikan, penggunaan, penguasaan sarana pengukuran. Ketentuan mengenai hal ini diatur tersendiri.
  1. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menjaga agar sarana pengukuran agar tidak dipergunakan oleh orang-orang yang tidak berwenang dan yang tidak berkompeten.

BAB VI
PENGAWASAN PELAKSANAAN KODE ETIK
Pasal 17
PELANGGARAN
Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi oleh aparat organisasi yang berwenang sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Psikologi Indonesia

Pasal 18
PENYELESAIAN MASALAH PELANGGARAN
KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA
  1. Penyelesaian masalah pelanggaraan Kode Etik Psikologi Indonesia oleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dilakukan oleh Majelis Psikologi dengan memperhatikan laporan dan memberi kesempatan membela diri.
  1. Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian jasa/praktik psikologi yang belum diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia maka Himpunan Psikologi Indonesia wajib mengundang Majelis Psikologi untuk membahas dan merumuskannya, kemudian disahkan dalam kongres.

Pasal 19
PERLINDUNGAN TERHADAP ILMUWAN PSIKOLOGI DAN PSIKOLOG
  1. Ilmuwan Psikologi atau Psikolog tidak ikut serta dalam kegiatan di mana orang lain dapat menyalahgunakan keterampilan dan data mereka, kecuali ada mekanisme yang dapat memperbaiki penyalahgunaan ini.
  1. Apabila Ilmuwan Psikologi atau Psikolog mengetahui tentang adanya penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan atau pemberitahuan tentang pekerjaan mereka, maka Ilmuwan Psikologi atau Psikolog mengambil langkah-langkah yang layak untuk memperbaiki atau memperkecil penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan/ pemberitaan itu.

BAB VII
PENUTUP
Kode Etik Psikologi Indonesia ini disertai lampiran, yaitu Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Psikologi Indonesia. Lampiran tersebut tidak terpisahkan dari kode etik ini, dan sifatnya menjelaskan dan melengkapi Kode Etik Psikologi Indonesia.
Ditetapkan di : Bandung
Pada tanggal : 22 Oktober 2000

Kongres VIII Himpunan Psikologi Indonesia